A. Defenisi Ketuban Pecah Dini

Ketuban Pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum proses persalinan ber1angsung (Waspodo, Djoko, 2006). Menurut Ida Bagus (2001) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Sedangkan menurut Rustam Mochtar (1998) ketuban pecah dini (spontaneous/early/premature rupture of the membrane) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5.cm.

B. Etioiogi

Menurut Vamey, Helen (2008) insider ketuban pecah dini lebih tinggi pada wanita dengan serviks inkompeten, polihidramnion, malpresentasi janin (letak sungsang dan lintang), kehamilan ganda, atau infeksi vagina/serviks (vaginosis bacterial, klamidia, gonore, streptokokus grub B). Hubungan yang signifikan juga telah ditemukan antara keletihan karena bekerja dan peningkatan risiko ketuban pecah dini sebelum cukup bulan diantara nulipara. Kemungkinan komplikasi akibat ketuban pecah dini antara lain persalinan dan pelahiran premature, infeksi intrauteri, dan kompresi tali pusat akibat prolaps tali pusat atau oligohidramnion.

Serviks inkompeten

Pada wanita dalam presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh dari aterm, servik yang inkompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan sebagai akibat dari peningkatan aktifitas uterus melainkan akibat dari kelemahan instrinsik uterus sehingga menyebabkan ketuban pecah. Keadaan ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa nyeri dalam trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan yang disertai prolapsus mebran amnion lewat servik dan penonjolan membrane tersebut kedalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin imatur sehingga kemungkinan janin akan meninggal. Tanpa tindakan yang efektif rangkaian peristiwa yang sama cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap kehamilan. Meskipun penyebabnya masih meragukan namun trauma sebelumnya pada servik, khususnya pada tindakan dilatasi, kauteterisasi, kuretasi (Maria, 2007).

Pada kasus yang lain perkembangan servik yang abnormal termasuk penggunaan preparat diebstilbestrol in utero turot memainkan peranan. Dilatasi servik yang menjadi ciri khas keadaan ini jarang terlihat menonjol sebelum minggu ke 16 kehamilan karena hasil konsepsi pada umur kehamilan tersebut belum cukup besar untuk menimbulkan pendataran dan dilatasi servik, kecuali terjadi kontraksi uterus dan nyeri. Penanganannya dengan pelaksanaan penjahitan benang melingkar untuk menguatkan servik, namun harus ditunda sampai sesudah kehamilan berusia 14 minggu. Factor resiko pada ketuban pecah dini pada servik inkompeten adalah 25% (Maria, 2007).

Polihidramnion

Hidramnion atau polihidramnion adalah keadaan dimana banyaknya air ketuban melebihi 2000cc. Penambahan air ketuban ini bisa mendariak dalam beberapa hari disebut hidramnion akut, atau secara perlahan-lahan disebut hidramnion kronis. Insidennya berkisar antar 1:62 dan 1:754 persalinan, tetapi bentuk yang menyebabkan gangguan lebih jarang (1:1000 persalinan). Hidramnion yang disertai dengan kelainan konginital, terutama dari susunan saraf sentral dan traktus gastrointestinal, cukup tinggi. Di samping itu, sering ditemukan pada kehamilan ganda dan beberapa penyakit ibu seperti diabetes mellitus, preeklampsia. (Rachimharii,T, 2005)

Sampai sekarang etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui bahwa hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban terganggu atau kedua-­duanya. Diriuga air ketuban dibentuk dari sel-sel amnion. Di samping itu ditambah oleh air seni janin dan cairan otak pada anensefalus. Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara pengeluaran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esophagus atau tumor-tumor plasenta (Rachimharihi, Trijatmo, 2005). Hidramnion dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Maria, 2007).

Malpresentasi janin

Malpresentasi janin atau kelainan letak janin dapat membuat ketuban bagian yang terendah langsung menerima tekanan intrauteri yang dominant yaitu letak sungsang dan bokong. Persalinan pada letak sungsang merupakan kontroversi karena komplikasinya tidak dapat diriuga sebelumnya, terutama pada persalinan kepala bayi. Sebab terjadinya letak sungsang adalah terdapat plasenta previa, keadaan janin yang menyebabkan letak sungsang (makrosemia, hidrosefalus, anensefalus), keadaan air ketuban (oligohidramnion, hidramnion), keadaan kehamilan (kehamilan ganda, kehamilan lebih dari dua), keadaan uterus (uterus arkuatus), keadaan dinding abdomen, keadaan tali pusat (pendek, terdapat lilitan tali pusat pada leher). Kejadian letak lintang tidak terlalu banyak hanya sekitar 0,5% kehamilan. Penyebab letak lintang dari sudut maternal (panggul sempit, multipara, kehamilan ganda, hidramnion/oligohidramnion, tumor pada daerah pelvis) (Manuaba,dkk, 2007).

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan <32 minggu, jumlah air ketuban relative lebih banyak sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa, dan demikian janin dapat menempatkan diri dalam letak sungsang/letak lintang. Pada kehamilan trimester akhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relative berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas difundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil disegmen bawah uterus. Letak sungsang dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Maria, 2007).

Kehamilan Ganda (gamelli)

Kehamilan ganda adalah kehamilan dua janin atau lebih. Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi baik bagi janin maupun ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan kembar harus dilakukan pengawasan hamil yang intensif. Frekuensi kehamilan kembar mengikuti rumus dari Hellin, yaitu 1.89 untuk hamil kembar, triplet 1 :892 – dan kuadruplet 1.893. Factor yang dapat meningkatkan kemungkinan hamil kembar adalah factor ras, keturunan, umur, dan paritas. Factor resiko ketuban pecah dini pada kembar dua 50% dan kembar tiga 90% (Manuaba,dkk. 2007). Hamil ganda dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Maria, 2007).

Infeksi vagina/serviks

Di Amerika Serikat 0,5% – 7% wanita hamil didapatkan menderita gonorea. Meningkatnya kasus gonore dalam kehamilan setara dengan peningkatan kejadian ketuban pecah dini dalam kehamilan, korioamnionitis, dan terjadinya sepsis pada neonatus. (Rachimharihi, Tdjatmo.2005).

Infeksi Clamidydia trachomatis merupakan penyebab akibat hubungan seksual yang kejadiannya semakin tinggi, kejadian infeksi ini pada serviks wanita hamil yaitu 2-37%. Beberapa penelitian menunjukkan berbagai masalah meningkatnya risiko kehamilan dan persalinan pada ibu dengan infeksi ini. Misalnya dapat menimbulkan abortus, kematian janin, persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah sebelum waktunya serta endometritis postabortus maupun postpartum (Rachimharihi, Tdjatmo.2005).

Penyakit bacterial vagionosis (BV) dahulu dikenal dengan sebagai vaginitis nonspesifik atau vaginitis yang disebabkan oleh Haemophilus/ Gardnerella vaginalis. Dalam kehamilan, penelitian membuktikan bahwa BV merupakan salah sate factor pecahnya selaput ketuban pada kehamilan dan persalinan premature (Rachimharihi,2005).

Streptokokus grup B (GBS) adalah bakteri gram positif betahemolitikus yang umumnya ditemukan dalam saluran cena. Diperkirakan 10 – 30% wanita hamil memiliki penyakit GBS pada vaginan dan rectum. GBS dapat menyebabkan korioamnionitis, endometritis, infeksi saluran kemih, dan infeksi luka, dan hal itu miliki kaitan dengan persalinan premature dan dengan pecah ketuban dini pada persalinan premature (Helen,Varney. 2008).

C. Criteria Diagnosis
Dasar-dasar diagnosis ketuban pecah dini

Didiagnosis ketuban pecah dini didasarkan atas riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah mendariak atau sedikit pervaginam. Untuk menegakkan diagnosis dapat diambil pemeriksaan inspekulo. Inspekulo untuk pengambilan cairan pada vorniks posterior dilakukan pemeriksaan lakmus yang akan berubah menjadi biru/sifat basa, fern tes cairan amnion, kemungkinan infeksi. Pemeriksaan USG untuk mencari aktivitas janin, pengukuran BB janin, detak jantung janin, kelainan congenital (Manuaba,dkk. 2007).

Penilaian klinik

Menurut Helen Varney (2008), data ini diperlukan untuk menegakkan diagnosis:

ü  Riwayat

a)      Jumlah cairan yang hilang, pecah ketuban awalnya menyebabkan semburan cairan yang besar diikuti keluarnya cairan yang terus menerus.

b)      Waktu terjadi ketuban pecah

c)      Wama cairan: cairan anmion dapat jernih atau keruh, jika bercampur mekonium, cairan akan berwama kuning atau hijau.

d)     Bau cairan, cairan amnion memiliki ban apek yang khas, yang membedakannya dengan urin

e)      Hubungan seksual terakhir: semen yang keluar dari vagina dapat disalah artikan sebagai cairan amnion.

ü  Pemeriksaan fisik: lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan amnion.

ü  Pemeriksaan speculum stern

a)      Inspeksi keberadaan tanda-tanda cairan di genetalia eksternal

b)      Lihat servik untuk mengetahui aliran cairan dari orifisium

c)      Jika anda tidak melihat adanya cairan, minta ibu untuk mengejan (perasat Valvasa)

d)     Observasi cairan yang keluar.

ü  Uji laboratorium

a)      Uji pakis positif: pemakisan (ferning), juga disebut percabangan halus (arborizatiaon), pada kaca objek mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium klorida dan protein dalam cairan amnion.

b)      Uji kertas nitrazin positif: kertas berwarna murtard-emas yang sensitive terhadap pH ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa.

c)      Spesimen untuk kultur Streptokokus Grup B.

D. Diagnosa banding

Membandingkan tanda dan gejala pada kasus ketuban pecah dini dengan tanda dan gejala-gejala pada kasus lain yang sering ditemukan:

Tabel 1.

Diagnosa banding

Gejala dan tanda selalu

ada

Gejala dan tanda kadang-

kadang ada

Diagnosis

kemungkinan

Keluar cairan ketuban -Ketuban pecah tiba-tiba

-Cairan tanpa diintroitus

-Tidak ada his dalam 1 jam

Ketuban pecah

dini

– Cairan vagina berbau

– Demam/menggigil

– Nyeri perut

-Riwayat keluarnya cairan

-Uterus nyeri

-Denyut jantung janin cepat

-Perdarahan pervaginam

sedikit

Amnionitis
– Cairan vagina berbau

– Tidak ada      riwayat

ketuban pecah

-Gatal

-Keputihan

-Nyeri perut

-Perdarahan pervaginam

sedikit

Infeksi Vaginitisf

Servicitis

Cairan vagina berdarah -Nyeri perut

-Gerakan janin berkurang

-Perdarahan banyak

Perdarahan

antepartum

Cairan  berupa darah

lender

-Pembukaan servik

-Pendataran servik

-Ada his

Awal persalinan

E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Maria (2007) untuk membantu dalam penegakan diagnosa ketuban pecah dini diperlukan pemeriksaan penunjang, yaitu

Pemeriksaan leukosit darah

Bila jumlah leukosit > 15.000/mm2 mungkin sudah terjadi infeksi

Pemeriksaan ultraviolet

Membantu dalam penentuan usia kehamilan, letak anak, berat janin, letak plasenta, serta jumlah air ketuban.

Nilai bunyi jantung dengan cardiografi

Bila ada infeksi urin, suhu tubuh ibu dan bunyi jantung janin akan meningkat.

F. Penyulit ketuban pecah dini

Menurut Manuaba (2001) ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi dalam rahim. Di samping itu ketuban pecah dini yang disertai kelainan letak akan mempersulit pertolongan persalinan yang dilakukan ditempat dengan fasilitas yang belum memadai.

G. Penatalaksanaan ketuban pecah dini

Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2006), diantaranya :

A)    Konserpatif

  1. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
  2. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisisn bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
  3. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
  4. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes buss negatif bed deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
  5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
  6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, bed antibiotik dan lakukan induksi.
  7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
  8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu kematangan pare janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

B)    Aktif

a)      Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50,xg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali

b)      Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan diakhiri :

  1. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
  2. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam

Sedangkan menurut Manuaba (2001) tentang penatalaksanaan KPD adalah :

  1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat
  2. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas
  3. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.
  4. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan
  5. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya.
  6. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru.
  7. Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu 6-24 jam bila tidak terjadi his spontan

DAFTAR PUSTAKA

  1. Maria. 2007. Ketuban Pecah Dini Berhubungan Erat Dengan Persalinan Preterm dan Infeksi Intrapartum.
  2. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1, EGC : Jakarta
  3. Manuaba, dkk. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC : Jakarta
  4. Varney, dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. EGC: Jakarta
  5. Rachimhadhi. T. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta